Rabu, 06 Mei 2015

BRANCHLESS BANGKING GLOBAL VS REGIONAL

Branchless Banking (BB) merupakan pemanfaatan agen maupun teknologi informasi dan komunikasi untuk penyediaan jasa layanan keuangan perbankan. Berdasarkan survey dari US Census Bureau, pengguna ponsel aktif di Indonesia berjumlah sekitar 281 juta pengguna atau lebih besar dari populasi Indonesia yang berjumlah sekitar 250 juta orang. Bandingkan dengan jumlah penduduk yang memiliki rekening aktif di bank berdasarkan survey Bank Dunia yang hanya di kisaran 20% dari populasi diatas 15 tahun.
Selain itu, berdasarkan survey Nielsen tahun 2013, Indonesia menjadi salah satu negara berkembang dengan penetrasi smartphone terbesar yakni mencapai 23% atau tumbuh 2 kali lipat dari tahun sebelumnya yang hanya di level 12%. Angka penetrasi tersebut unggul dibandingkan dengan India yang hanya mencapai 18% dan Filipina sebesar 15%. Walaupun masih dibawah Malaysia yang mencapai 80%, Thailand 49%, dan China 71%, pertumbuhan penetrasi ponsel pintar di Indonesia Indonesia tergolong cepat, bahkan survey Frost & Sullivan memproyeksi penetrasi ponsel pintar akan menjadi 50% pada tahun 2015.
Kondisi tingginya penetrasi ponsel di Indonesia tersebut dan ditunjang dengan potensi penghasilan masyarakat yang cukup baik merupakan prospek bagi peningkatan keuangan inklusif melalui branchless banking.
Apalagi dari sisi perbankan sendiri, penyediaan layanan jasa perbankan dengan branchless banking dapat menghemat biaya yang cukup besar misalnya dapat mengurangi biaya pembukaan kantor cabang yang menurut Dirut Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin, bisa menghabiskan biaya setidaknya Rp 1 miliar, dan juga masih lebih murah lagi dari membangun ATM yang investasinya dibutuhkan setidaknya Rp60 juta per ATM.
Bagaimana model bisnis branchless banking ?
Pada umumnya model bisnis dari branchless banking yakni adanya peran agen/pihak ketiga yang merupakan kepanjangan tangan dari penyedia jasa keuangan. Peran dari agen ini bisa berupa perorangan atau perusahaan. Secara nyatanya peran agen di daerah-daerah terpencil bisa berupa warung kecil, warung kopi, kantor pos, atau lainnya. Jadi seseorang yang belum berbank jika ingin membuka rekening tabungan cukup mendaftarkan diri ke agen tersebut. Pada saat mendaftar, calon nasabah juga sekaligus mendaftar nomor ponselnya sebagai layanan mobile banking dan electronic money. Tentu agen-agen yang ditunjuk telah menjalani proses seleksi yang pruden. 
BB sebagai salah satu bentuk inisiatif financial inclusion  sangat membantu untuk memajukan  perekonomian suatu negara melalui peningkatan akses masyarakat terhadap jasa layanan bank sehingga ultimate goal bank sebagai unit usaha pembiayaan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Studi-studi yang dilakukan oleh berbagai lembaga pemerintah, swasta, asosiasi, perusahaan keuangan maupun lembaga donor menyimpulkan beberapa hal kenapa perlunya BB. Berikut kami sampaikan kenapa BB :
1. Seperti halnya dinegara negara berkembang Indonesia termasuk didalamnya, akses layanan perbankan masyarakat bawah masih kurang bahkan beberapa negara dapat dikatakan kurang sekali. Indonesia sendiri berdasarkan survey Bank Dunia tahun 2010 berkisar 49% dari populasi belum terlayani. Negara-negara lain seperti Pakistan 85%, Filipina 75%, China 60% dan India 55%. Thailand dan Malaysia justru lebih rendah dari Indonesia.
2. Pembukaan kantor bank yang memerlukan investasi dan biaya operasional yang mahal.  Sebagai gambaran rata-rata biaya investasi yang dibutuhkan bisa sekitar 1,5 milyar dengan biaya operasional tahunan sekitar 900 juta per kantor.
3. Konsentrasi lokasi perbankan banyak didaerah perkotaan atau urban yang padat. Hal ini dikarenakan potensi bisnis yang secara kasat mata sudah jelas terlihat menguntungkan bagi bank. Kalaupun ada di rural area, dapat dipastikan merupakan area yang padat aktifitas ekonomi, berkembang sehingga secara ekonomis bank melihat feasibility membuka bank didaerah tersebut menguntungkan.
4. Persepsi masyarakat bawah terhadap layanan bank. Mereka melihat bank sebagai sesuatu yang tidak untuk mereka (bank is not for me). Sejatinya mereka justru dalam keseharian bersentuhan secara tidak langsung dengan layanan keuangan (financial service) yang juga dilakukan bank. Namun karena persepsi, mereka cenderung melakukannya dengan lembaga yang bukan bank antara lain koperasi dan perorangan. Persepsi yang mereka miliki bahwa :


a. Berhubungan dengan bank harus punya uang banyak dan hanya untuk orang kelas atas berduit
b. Harus meluangkan waktu khusus ke bank karena jarak yang jauh dari tempat aktifitasnya sehari hari
c. Prosedur berhubungan dengan bank berbelit belit, banyak aturan dan wajib diikuti
d. Harus antre untuk  bertransaksi yang hanya untuk kebutuhan sederhana seperti setor atrau tarik dengan jumlah kecil misalnya Rp. 10.000,--
e. Biaya transaksi yang mahal, misalnya kirim uang kena biaya Rp. 25.000,--
f. Produk atau layanan bank tidak dirancang untuk mereka dengan kondisi keuangan yang tidak tetap
g. Ada kecenderungan diskriminasi dalam pelayanan terhadap mereka, menganggap mereka tidak punya uang sehingga layanan yang diterima berbeda.
5. Potensi besar segmen bawah yang belum tergarap. Jujur kita akui bahwa aktifitas ekonomi sebagian besar digerakkan oleh sektor ekonomi kelas bawah seperti usaha-usaha mikro yang masih dilaksanakan melalui mekanisme tunai. Berdasarkan data kurang lebih sebesar Rp. 300 triliun uang tunai ditransaksikan lewat segment ini. Apabila jumlah tersebut masuk ke sistem perbankan dan disalurkan bank kembali dalam bentuk kredit ke meraka, tentunya akan menjadi stimulus penggerak perekonomian yang sangat besar. Efisiensi dalam pengeloaan uang tunai oleh BI pun akan dapat ditingkatkan dengan adanya penggunaan transaksi melalui branchless banking.
6. Kemajuan teknologi khusus dalam berkomunikasi. Adanya tingkat penetrasi yang tinggi perusahaan telco ke masyarakat bawah melalui penggunaan telepon seluler, menyebabkan timbulnya pemikiran bagaimana memanfatkan kemajuan cara berkomunikasi ini untuk menembus layanan keuangan ke segmen dimaksud dengan memanfatkan keunggulan - keunggulan yang dimiliki perusahaan telco.


Hal-hal tersebut diatas, mengkondisikan perlunya BB dan saat ini sedang berkembang di negara-negara Asia Pasific, Africa dan Amerika Latin. Asia merupakan emerging market termasuk Indonesia yang baru mulai memasuki era ini, meskipun aturan terkait penerapannya masih dalam persiapan oleh BI.
Demikian hal-hal terkait kenapa perlunya branchless banking.

PERKEMBNAGAN
Layanan lembaga keuangan formal seperti perbankan di negara-negara berkembang hanya dapat menjangkau sebagian kecil warga negara sehingga berbagai otoritas keuangan menggalakkan program inklusi finansial.
Masyarakat bawah enggan berhubungan dengan bank misalnya karena mereka sudah membayangkan mahalnya berurusan dengan bank. Sementara bank juga menilai melayani masyarakat bawah membutuhkan biaya yang lebih besar.
        Namun lembaga keuangan memegang peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan sehingga upaya menjangkau masyarakat bawah tetap harus dilakukan. Bahkan lembaga konsultan Economic Develoment Service (EDS) menilai lembaga keuangan berperan dalam upaya pengurangan kemiskinan di Indonesia.
        "Sekitar 80 persen dari jumlah penduduk miskin Indonesia tidak mempunyai akses kepada lembaga keuangan formal," kata Direktur Pelaksana EDS Peter Van Dierman.
        Menurut dia, pembiayaan dari lembaga keuangan yaitu bank hanya mencakup 17 persen dari total penduduk Indonesia sementara jumlah penduduk yang memiliki akses kepada lembaga keuangan mikro hanya mencakup 10 persen.
        "Dengan kondisi seperti ini maka upaya perluasan akses terhadap lembaga keuangan oleh masyarakat lapisan bawah (inklusi finansial) menjadi sangat penting," kata Peter yang juga Ketua Penasihat Tim Nasional Percepatan Pengurangan Kemiskinan (TNP2K).
        Ia menyebutkan untuk dapat meningkatkan inklusi keuangan, produk lembaga keuangan untuk tabungan harus yang berbasis biaya rendah, pembiayaan harus diarahkan untu usaha kecil dan menengah, produk asuransi yang mengurangi risiko dan mengurangi kerentanan warga miskin dan perlunya pendidikan serta sosialisasi kepada masyarakat.

        Peter menilai inisiatif yang dilakukan Bank Indonesia (BI) dalam upaya meningkatkan inklusi keuangan sudah sesuai dengan upaya mengurangi kemiskinan.
        Inisiatif itu antara lain program pendidikan keuangan (Ayo ke Bank), promosi produk tabungan dengan biaya rendah (Tabunganku), peningkatan kapasitas bank pembiayaan/perkreditan rakyat, program kemitraan, penyusunan database UKM, proyek percontohan dan panduan pelaksanaan "branchless banking" (bank tanpa kantor cabang".
        Berdasarkan data Kemensos pada Februari 2013, jumlah penduduk miskin di Indonesia sudah berkurang 540 ribu dari total 29 juta penduduk miskin pada tahun 2012.
        Rendahnya keterjangkauan masyarakat atas layanan lembaga keuangan juga dihadapi Pakistan pada tahun 2008. Pada 2008 jumlah penduduk dewasa (lebih dari 15 tahun) Pakistan mencapai 120 juta jiwa di mana sebanyak 60 persen tinggal di pedesaan dan 40 persen tinggal di perkotaan. Sementara jumlah kantor cabang bank mencapai 11.000 di mana 30 persen di pedesaan dan 70 persen di perkotaan.
        "Total rekening bank hanya mencapai 35,5 juta atau hanya 12 persen dari total jumlah penduduk dewasa, artinya 88 persen penduduk tidak punya akses kepada lembaga keuangan formal," kata Direktur Eksekutif Kebijakan dan Regulasi Perbankan State Bank of Pakistan, Muhammad Ashraf Khan.
        Namun pada tahun 2008 Bank Sentral Pakistan itu mulai menerapkan konsep "branchless banking" sehingga keterjangkauan lembaga keuangan terhadap masyarakat bawah meningkat. "Bank sentral (Pakistan) mengenalkan peraturan tentang bank tanpa kantor cabang pada Maret 2008," kata  Ashraf Khan.
        Ia menyebutkan penerapan konsep bank tanpa kantor itu merupakan upaya bank sentral agar masyarakat khususnya lapisan bawah memiliki akses kepada lembaga keuangan. Ashraf menyebutkan bank sentral Pakistan itu melakukan revisi mengenai peraturan bank tanpa kantor cabang itu pada Juni 2011.


        Dia menyebutkan, selama kuartal IV 2012, jumlah rekening di bank tanpa kantor cabang mencapai 2,1 juta, jumlah agen 41.567, jumlah dana mencapai 10 juta dolar AS, jumlah transaksi mencapai 35,3 juta, nilai transaksi mencapai 1,5 miliar dolar AS, rata-rata transaksi per hari 392.433 dolar AS.
                       Proyek Percontohan

            Sementara BI meluncurkan proyek percontohan perbankan tanpa kantor cabang di delapan provinsi pada pertengahan Mei 2013. Proyek percontohan itu mengikutsertakan lima bank dan perusahaan telekomunikasi.   
   "Kita harus memulai percontohan 'branchless banking' ini supaya teruji aman, handal, dan murah. Jika berhasil, baru kita laksanakan secara nasional," kata Gubernur BI yang ketika itu masih dijabat Darmin Nasution.
        Pelaksanaan uji coba itu akan berlangsung Mei-November 2013. Pelaksanaan uji coba perbankan tanpa kantor cabag dilaksanakan di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Adapun lima bank yang mengikuti program itu adalah Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), CIMB Niaga, dan Bank Sinar Harapan Bali. Sedangkan tiga perusahaan telekomunikasi yang ikut yaitu Telkomsel, XL, dan Indosat.
        Program percontohan perbankan tanpa kantor cabang itu diharapkan dapat menjadi pondasi dalam proses perluasan akses khususnya bagi masyarakat pedesaan kepada lembaga keuangan formal.
        Pemberian layanan perbankan tanpa kantor cabang tidak dilakukan melalui kantor fisik bank atau perusahaan telekomunikasi, namun menggunakan sarana teknologi dan jasa pihak ketiga atau agen yang disebut unit perantara layanan keuangan (UPLK) dan juga melalui tempat penguangan tunai (TPT). BI menuangkan aturan percontohan bank tanpa kantor dalam Pedoman Uji Coba Layanan Branchless Banking' pada 30 April 2013.


        Sementara itu Wakil Direktur Utama BTPN Djemi Suhendra mengatakan inisiatif "branchless banking" dari BI merupakan terobosan revolusioner dalam industri perbankan.
        Inisiatif itu diharapkan dapat membuka akses layanan bank bagi mayoritas penduduk Indonesia seperti petani, nelayan, buruh pabrik, pekerja informal, yang selama ini tidak mempunyai akses ke layanan perbankan secara lebih cepat.
        BTPN melaksanakan uji coba perbankan tanpa kantor cabang sejak Mei hingga November 2013. Uji coba dilaksanakan di dua provinsi yaitu Jawa Barat dan Bali. Di Jawa Barat, uji coba dilakukan di Kabupaten Bogor dengan mengambil tiga kecamatan yaitu Darmaga, Ciampea dan Cibungbulan. Tiga kecamatan itu dipilih karena di daerah tersebut terdapat banyak nasabah prasejahtera, nasabah mikro, pekerja informal dan mahasiswa.
        Sementara itu untuk mendukung layanan branchless banking itu, BTPN membuka produk btpn WOW yaitu layanan perbankan melalui telepon selular (ponsel) dengan biaya murah yang dapat diakses dengan ponsel termurah dan di area yang minim sinyal.
        Selama masa uji coba "agent banking" hingga November 2013, akses layanan bank melalui agen masih akan terbatas. Namun setelah itu peran agen (sebagai perpanjangan tangan bank) untuk memperluas jangkauan layanan kepada nasabah akan menjadi sangat penting.
        Sementara itu BRI yang juga ikut dalam proyek percontohan itu meluncurkan layanan T-Bank yaitu transaksi melalui nomor ponsel tanpa harus ke kantor bank.
        "T-Bank merupakan sistem penyedia transaksi keuangan berbasis 'e-money server based' menggunakan nomor ponsel sebagai nomor rekening tanpa harus ke bank tapi menggunakan konsep keagenan," kata Direktur Konsumer BRI A Toni Soetirto.
        Guna memastikan layanan tersebut beroperasi optimal dan berkualitas, BRI menggandeng operator telekomunikasi selular, Telkomsel. Saat ini, nomor ponsel yang dapat didaftarkan sebagai rekening T-Bank BRI adalah Telkomsel namun nantinya akan dikembangkan pada operator lain.

        Sekretaris Perusahaan BRI Muhammad Ali mengatakan T-Bank merupakan bagian dari komitmen BRI sebagai salah satu bank peserta uji coba layanan "branchless banking" yang diluncurkan BI pada 15 Mei 2013.
        "Program inklusi finansial merupakan salah satu kebijakan pemerintah dan BI untuk menyediakan akses keuangan yang mudah dan murah bagi 'unbankable people' yang dibangun melalui kolaborasi bank dan telco," tuturnya.
        Dalam rangka uji coba "branchless banking" implementasi T-Bank dilaksanakan terbatas di dua provinsi yaitu di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dan Kabupaten Bayuwangi, Jawa Timur.
        "Jumlah agen yang diikutsertakan dalam uji coba berjumlah 14 agen yang merupakan nasabah individual Kupedes BRI, mitra "payment point" BRI dan Plasa Telkom dalam rangka sinergi BUMN," kata Muhammad Ali.

http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2014/10/30/branchless-banking-lebih-dari-sekedar-jargon-marketing-683535.html
http://branchlessbkg.blogspot.com/