BRANCHLESS BANGKING GLOBAL VS
REGIONAL
Branchless
Banking (BB) merupakan pemanfaatan agen maupun teknologi informasi dan
komunikasi untuk penyediaan jasa layanan keuangan perbankan. Berdasarkan survey
dari US Census Bureau, pengguna ponsel aktif di Indonesia berjumlah sekitar 281
juta pengguna atau lebih besar dari populasi Indonesia yang berjumlah sekitar
250 juta orang. Bandingkan dengan jumlah penduduk yang memiliki rekening aktif
di bank berdasarkan survey Bank Dunia yang hanya di kisaran 20% dari populasi
diatas 15 tahun.
Selain
itu, berdasarkan survey Nielsen tahun 2013, Indonesia menjadi salah satu negara
berkembang dengan penetrasi smartphone terbesar yakni mencapai 23% atau tumbuh
2 kali lipat dari tahun sebelumnya yang hanya di level 12%. Angka penetrasi
tersebut unggul dibandingkan dengan India yang hanya mencapai 18% dan Filipina
sebesar 15%. Walaupun masih dibawah Malaysia yang mencapai 80%, Thailand 49%,
dan China 71%, pertumbuhan penetrasi ponsel pintar di Indonesia Indonesia
tergolong cepat, bahkan survey Frost & Sullivan memproyeksi penetrasi
ponsel pintar akan menjadi 50% pada tahun 2015.
Kondisi
tingginya penetrasi ponsel di Indonesia tersebut dan ditunjang dengan potensi
penghasilan masyarakat yang cukup baik merupakan prospek bagi peningkatan
keuangan inklusif melalui branchless banking.
Apalagi
dari sisi perbankan sendiri, penyediaan layanan jasa perbankan dengan
branchless banking dapat menghemat biaya yang cukup besar misalnya dapat
mengurangi biaya pembukaan kantor cabang yang menurut Dirut Bank Mandiri, Budi
Gunadi Sadikin, bisa menghabiskan biaya setidaknya Rp 1 miliar, dan juga masih
lebih murah lagi dari membangun ATM yang investasinya dibutuhkan setidaknya
Rp60 juta per ATM.
Bagaimana
model bisnis branchless banking ?
Pada
umumnya model bisnis dari branchless banking yakni adanya peran agen/pihak
ketiga yang merupakan kepanjangan tangan dari penyedia jasa keuangan. Peran
dari agen ini bisa berupa perorangan atau perusahaan. Secara nyatanya peran
agen di daerah-daerah terpencil bisa berupa warung kecil, warung kopi, kantor pos,
atau lainnya. Jadi seseorang yang belum berbank jika ingin membuka rekening
tabungan cukup mendaftarkan diri ke agen tersebut. Pada saat mendaftar, calon
nasabah juga sekaligus mendaftar nomor ponselnya sebagai layanan mobile banking
dan electronic money. Tentu agen-agen yang ditunjuk telah menjalani proses
seleksi yang pruden.
BB
sebagai salah satu bentuk inisiatif financial inclusion sangat
membantu untuk memajukan perekonomian suatu negara melalui peningkatan
akses masyarakat terhadap jasa layanan bank sehingga ultimate goal bank
sebagai unit usaha pembiayaan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Studi-studi
yang dilakukan oleh berbagai lembaga pemerintah, swasta, asosiasi,
perusahaan keuangan maupun lembaga donor menyimpulkan beberapa hal kenapa
perlunya BB. Berikut kami sampaikan kenapa BB :
1.
Seperti halnya dinegara negara berkembang Indonesia termasuk didalamnya, akses
layanan perbankan masyarakat bawah masih kurang bahkan beberapa negara
dapat dikatakan kurang sekali. Indonesia sendiri berdasarkan survey Bank Dunia
tahun 2010 berkisar 49% dari populasi belum terlayani. Negara-negara lain
seperti Pakistan 85%, Filipina 75%, China 60% dan India 55%. Thailand dan
Malaysia justru lebih rendah dari Indonesia.
2.
Pembukaan kantor bank yang memerlukan investasi dan biaya operasional yang
mahal. Sebagai gambaran rata-rata
biaya investasi yang dibutuhkan bisa sekitar 1,5 milyar dengan biaya
operasional tahunan sekitar 900 juta per kantor.
3. Konsentrasi
lokasi perbankan banyak didaerah perkotaan atau urban yang padat. Hal
ini dikarenakan potensi bisnis yang secara kasat mata sudah jelas terlihat
menguntungkan bagi bank. Kalaupun ada di rural area, dapat dipastikan merupakan
area yang padat aktifitas ekonomi, berkembang sehingga secara ekonomis bank
melihat feasibility membuka bank didaerah tersebut menguntungkan.
4. Persepsi
masyarakat bawah terhadap layanan bank. Mereka melihat bank sebagai sesuatu
yang tidak untuk mereka (bank is not for me). Sejatinya mereka justru dalam keseharian
bersentuhan secara tidak langsung dengan layanan keuangan (financial service)
yang juga dilakukan bank. Namun karena persepsi, mereka cenderung
melakukannya dengan lembaga yang bukan bank antara lain koperasi
dan perorangan. Persepsi yang mereka miliki bahwa :
a. Berhubungan
dengan bank harus punya uang banyak dan hanya untuk orang kelas atas berduit
b.
Harus meluangkan waktu khusus ke bank karena jarak yang jauh dari tempat
aktifitasnya sehari hari
c.
Prosedur berhubungan dengan bank berbelit belit, banyak aturan dan wajib
diikuti
d.
Harus antre untuk bertransaksi yang hanya untuk kebutuhan sederhana
seperti setor atrau tarik dengan jumlah kecil misalnya Rp. 10.000,--
e.
Biaya transaksi yang mahal, misalnya kirim uang kena biaya Rp. 25.000,--
f.
Produk atau layanan bank tidak dirancang untuk mereka dengan kondisi keuangan
yang tidak tetap
g.
Ada kecenderungan diskriminasi dalam pelayanan terhadap mereka, menganggap
mereka tidak punya uang sehingga layanan yang diterima berbeda.
5.
Potensi besar segmen bawah yang belum tergarap. Jujur kita akui bahwa
aktifitas ekonomi sebagian besar digerakkan oleh sektor ekonomi kelas bawah
seperti usaha-usaha mikro yang masih dilaksanakan melalui mekanisme tunai.
Berdasarkan data kurang lebih sebesar Rp. 300 triliun uang tunai ditransaksikan
lewat segment ini. Apabila jumlah tersebut masuk ke sistem perbankan dan
disalurkan bank kembali dalam bentuk kredit ke meraka, tentunya akan menjadi
stimulus penggerak perekonomian yang sangat besar. Efisiensi dalam pengeloaan
uang tunai oleh BI pun akan dapat ditingkatkan dengan adanya penggunaan
transaksi melalui branchless banking.
6.
Kemajuan teknologi khusus dalam berkomunikasi. Adanya tingkat penetrasi
yang tinggi perusahaan telco ke masyarakat bawah melalui penggunaan
telepon seluler, menyebabkan timbulnya pemikiran bagaimana memanfatkan kemajuan
cara berkomunikasi ini untuk menembus layanan keuangan ke segmen dimaksud
dengan memanfatkan keunggulan - keunggulan yang dimiliki perusahaan telco.
Hal-hal
tersebut diatas, mengkondisikan perlunya BB dan saat ini sedang berkembang di
negara-negara Asia Pasific, Africa dan Amerika Latin. Asia
merupakan emerging market termasuk Indonesia yang baru mulai memasuki era
ini, meskipun aturan terkait penerapannya masih dalam persiapan oleh BI.
Demikian
hal-hal terkait kenapa perlunya branchless banking.
PERKEMBNAGAN
Layanan
lembaga keuangan formal seperti perbankan di negara-negara berkembang hanya
dapat menjangkau sebagian kecil warga negara sehingga berbagai otoritas keuangan
menggalakkan program inklusi finansial.
Masyarakat
bawah enggan berhubungan dengan bank misalnya karena mereka sudah membayangkan
mahalnya berurusan dengan bank. Sementara bank juga menilai melayani masyarakat
bawah membutuhkan biaya yang lebih besar.
Namun lembaga keuangan memegang peran penting dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan sehingga upaya
menjangkau masyarakat bawah tetap harus dilakukan. Bahkan lembaga konsultan
Economic Develoment Service (EDS) menilai lembaga keuangan berperan dalam upaya
pengurangan kemiskinan di Indonesia.
"Sekitar 80 persen dari jumlah penduduk miskin
Indonesia tidak mempunyai akses kepada lembaga keuangan formal," kata
Direktur Pelaksana EDS Peter Van Dierman.
Menurut dia, pembiayaan dari lembaga keuangan yaitu bank
hanya mencakup 17 persen dari total penduduk Indonesia sementara jumlah
penduduk yang memiliki akses kepada lembaga keuangan mikro hanya mencakup 10
persen.
"Dengan kondisi seperti ini maka upaya perluasan
akses terhadap lembaga keuangan oleh masyarakat lapisan bawah (inklusi
finansial) menjadi sangat penting," kata Peter yang juga Ketua Penasihat
Tim Nasional Percepatan Pengurangan Kemiskinan (TNP2K).
Ia menyebutkan untuk dapat meningkatkan inklusi keuangan,
produk lembaga keuangan untuk tabungan harus yang berbasis biaya rendah,
pembiayaan harus diarahkan untu usaha kecil dan menengah, produk asuransi yang
mengurangi risiko dan mengurangi kerentanan warga miskin dan perlunya pendidikan
serta sosialisasi kepada masyarakat.
Peter menilai inisiatif yang dilakukan Bank Indonesia (BI)
dalam upaya meningkatkan inklusi keuangan sudah sesuai dengan upaya mengurangi
kemiskinan.
Inisiatif itu antara lain program pendidikan keuangan (Ayo
ke Bank), promosi produk tabungan dengan biaya rendah (Tabunganku), peningkatan
kapasitas bank pembiayaan/perkreditan rakyat, program kemitraan, penyusunan
database UKM, proyek percontohan dan panduan pelaksanaan "branchless
banking" (bank tanpa kantor cabang".
Berdasarkan data Kemensos pada Februari 2013, jumlah
penduduk miskin di Indonesia sudah berkurang 540 ribu dari total 29 juta
penduduk miskin pada tahun 2012.
Rendahnya keterjangkauan masyarakat atas layanan lembaga
keuangan juga dihadapi Pakistan pada tahun 2008. Pada 2008 jumlah penduduk
dewasa (lebih dari 15 tahun) Pakistan mencapai 120 juta jiwa di mana sebanyak
60 persen tinggal di pedesaan dan 40 persen tinggal di perkotaan. Sementara
jumlah kantor cabang bank mencapai 11.000 di mana 30 persen di pedesaan dan 70
persen di perkotaan.
"Total rekening bank hanya mencapai 35,5 juta atau
hanya 12 persen dari total jumlah penduduk dewasa, artinya 88 persen penduduk
tidak punya akses kepada lembaga keuangan formal," kata Direktur Eksekutif
Kebijakan dan Regulasi Perbankan State Bank of Pakistan, Muhammad Ashraf Khan.
Namun pada tahun 2008 Bank Sentral Pakistan itu mulai
menerapkan konsep "branchless banking" sehingga keterjangkauan
lembaga keuangan terhadap masyarakat bawah meningkat. "Bank sentral
(Pakistan) mengenalkan peraturan tentang bank tanpa kantor cabang pada Maret
2008," kata Ashraf Khan.
Ia menyebutkan penerapan konsep bank tanpa kantor itu
merupakan upaya bank sentral agar masyarakat khususnya lapisan bawah memiliki
akses kepada lembaga keuangan. Ashraf menyebutkan bank sentral Pakistan itu
melakukan revisi mengenai peraturan bank tanpa kantor cabang itu pada Juni
2011.
Dia menyebutkan, selama kuartal IV 2012, jumlah rekening
di bank tanpa kantor cabang mencapai 2,1 juta, jumlah agen 41.567, jumlah dana
mencapai 10 juta dolar AS, jumlah transaksi mencapai 35,3 juta, nilai transaksi
mencapai 1,5 miliar dolar AS, rata-rata transaksi per hari 392.433 dolar AS.
Proyek Percontohan
Sementara BI meluncurkan
proyek percontohan perbankan tanpa kantor cabang di delapan provinsi pada
pertengahan Mei 2013. Proyek percontohan itu mengikutsertakan lima bank dan
perusahaan telekomunikasi.
"Kita harus memulai percontohan 'branchless banking' ini supaya
teruji aman, handal, dan murah. Jika berhasil, baru kita laksanakan secara
nasional," kata Gubernur BI yang ketika itu masih dijabat Darmin Nasution.
Pelaksanaan uji coba itu akan berlangsung Mei-November
2013. Pelaksanaan uji coba perbankan tanpa kantor cabag dilaksanakan di
Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali,
Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Adapun lima bank yang mengikuti program
itu adalah Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Pensiunan
Nasional (BTPN), CIMB Niaga, dan Bank Sinar Harapan Bali. Sedangkan tiga
perusahaan telekomunikasi yang ikut yaitu Telkomsel, XL, dan Indosat.
Program percontohan perbankan tanpa kantor cabang itu
diharapkan dapat menjadi pondasi dalam proses perluasan akses khususnya bagi
masyarakat pedesaan kepada lembaga keuangan formal.
Pemberian layanan perbankan tanpa kantor cabang tidak
dilakukan melalui kantor fisik bank atau perusahaan telekomunikasi, namun
menggunakan sarana teknologi dan jasa pihak ketiga atau agen yang disebut unit
perantara layanan keuangan (UPLK) dan juga melalui tempat penguangan tunai
(TPT). BI menuangkan aturan percontohan bank tanpa kantor dalam Pedoman Uji
Coba Layanan Branchless Banking' pada 30 April 2013.
Sementara itu Wakil Direktur Utama BTPN Djemi Suhendra
mengatakan inisiatif "branchless banking" dari BI merupakan terobosan
revolusioner dalam industri perbankan.
Inisiatif itu diharapkan dapat membuka akses layanan bank
bagi mayoritas penduduk Indonesia seperti petani, nelayan, buruh pabrik,
pekerja informal, yang selama ini tidak mempunyai akses ke layanan perbankan
secara lebih cepat.
BTPN melaksanakan uji coba perbankan tanpa kantor cabang
sejak Mei hingga November 2013. Uji coba dilaksanakan di dua provinsi yaitu
Jawa Barat dan Bali. Di Jawa Barat, uji coba dilakukan di Kabupaten Bogor
dengan mengambil tiga kecamatan yaitu Darmaga, Ciampea dan Cibungbulan. Tiga
kecamatan itu dipilih karena di daerah tersebut terdapat banyak nasabah
prasejahtera, nasabah mikro, pekerja informal dan mahasiswa.
Sementara itu untuk mendukung layanan branchless banking
itu, BTPN membuka produk btpn WOW yaitu layanan perbankan melalui telepon
selular (ponsel) dengan biaya murah yang dapat diakses dengan ponsel termurah
dan di area yang minim sinyal.
Selama masa uji coba "agent banking" hingga
November 2013, akses layanan bank melalui agen masih akan terbatas. Namun
setelah itu peran agen (sebagai perpanjangan tangan bank) untuk memperluas
jangkauan layanan kepada nasabah akan menjadi sangat penting.
Sementara itu BRI yang juga ikut dalam proyek percontohan
itu meluncurkan layanan T-Bank yaitu transaksi melalui nomor ponsel tanpa harus
ke kantor bank.
"T-Bank merupakan sistem penyedia transaksi keuangan
berbasis 'e-money server based' menggunakan nomor ponsel sebagai nomor rekening
tanpa harus ke bank tapi menggunakan konsep keagenan," kata Direktur
Konsumer BRI A Toni Soetirto.
Guna memastikan layanan tersebut beroperasi optimal dan
berkualitas, BRI menggandeng operator telekomunikasi selular, Telkomsel. Saat
ini, nomor ponsel yang dapat didaftarkan sebagai rekening T-Bank BRI adalah
Telkomsel namun nantinya akan dikembangkan pada operator lain.
Sekretaris Perusahaan BRI Muhammad Ali mengatakan T-Bank
merupakan bagian dari komitmen BRI sebagai salah satu bank peserta uji coba
layanan "branchless banking" yang diluncurkan BI pada 15 Mei 2013.
"Program inklusi finansial merupakan salah satu
kebijakan pemerintah dan BI untuk menyediakan akses keuangan yang mudah dan
murah bagi 'unbankable people' yang dibangun melalui kolaborasi bank dan
telco," tuturnya.
Dalam rangka uji coba "branchless banking"
implementasi T-Bank dilaksanakan terbatas di dua provinsi yaitu di Kabupaten
Kebumen, Jawa Tengah dan Kabupaten Bayuwangi, Jawa Timur.
"Jumlah agen yang diikutsertakan dalam uji coba
berjumlah 14 agen yang merupakan nasabah individual Kupedes BRI, mitra
"payment point" BRI dan Plasa Telkom dalam rangka sinergi BUMN,"
kata Muhammad Ali.
http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2014/10/30/branchless-banking-lebih-dari-sekedar-jargon-marketing-683535.html
http://branchlessbkg.blogspot.com/