PENDAHULUAN
Franchising pada hakekatnya adalah sebuah konsep
pemasaran dalam rangka memperluas jaringan usaha secara cepat. Sistem franchise
dianggap memiliki banyak kelebihan terutama menyangkut pendanaan, SDM dan
managemen, kecuali kerelaan pemilik merek untuk berbagi dengan pihak lain.
Franchising juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif untuk
mendekatkan produk kepada konsumennya melalui tangan-tangan franchisee.
Fenomena yang menarik dibeberapa tahun ini yaitu makin
tumbuh suburnya Bisnis Franchise, terutama pada bidang makanan. Kalau kita
amati saat ini banyak sekali usaha baru yang sangat kreatip menawarkan berbagai
jenis produk dan jasa, misalnya usaha makanan modern. Beberapa diantara mereka
membuka gerainya di pusat-pusat pertokoan atau di jalan utama di lokasi yang
strategis di tengah kota. Contoh yang sangat mudah adalah usaha makanan Mc
Donald, Kentucky Fried Chicken, Pizza Hut, Dunkin Donuts. Itupun disusul dengan
sangat banyak lagi usaha franch ise asing lain seperti Bread Story, Bread Talk,
Wendys, Kafe Dome dan sebagainya.
Beberapa pemilik usaha berada di luar negri seperti Mc
Donald, Dunkin Donuts, Kentucky Fmarket demandried Chicken, Pizza Hut, Wendys,
Starbucks yang berasal dari Amerika Serikat, Bread Story dari Malaysia dan
Bread Talk dari Singapura dengan pembeli yang cukup banyak. Pembeli rela untuk
meluangkan waktu yang cukup lama tertib dalam antrian untuk memilih produk dan
membayarnya.
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi
perhatian adalah faktor-faktor apa yang mendorong pertumbuhan Bisnis Franchise
di Indonesia ? Selain itu makalah ini memfokuskan pada dua hal. Yang pertama
adalah untuk membeli franchise. Yang lain adalah untuk membeli bisnis yang ada.
Kedua kegiatan memiliki peluang dibandingkan dengan memulai bisnis baru dan
akan dikaji dalam makalah ini, diawali dengan franchising.
SEJARAH FRANCHISE
Di Indonesia franchise dikenal sejak era 70-an ketika
masuknya Shakey Pisa, KFC, Swensen dan Burger King. Perkembangannya terlihat
sangat pesat dimulai sekitar 1995. Data Deperindag pada 1997 mencatat sekitar
259 perusahaan penerima franchise di Indonesia. Setelah itu, usaha franchise
mengalami kemerosotan karena terjadi krisis moneter. Para penerima franchise
asing terpaksa menutup usahanya karena nilai rupiah yang terperosok sangat
dalam. Hingga 2000, franchise asing masih menunggu untuk masuk ke Indonesia.
Hal itu disebabkan kondisi ekonomi dan politik yang belum stabil ditandai
dengan perseteruan para elit politik. Barulah pada 2003, usaha franchise di
tanah air mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Franchise pertama kali dimulai di Amerika oleh Singer
Sewing Machine Company, produsen mesin jahit Singer pada 1851. Pola itu
kemudian diikuti oleh perusahaan otomotif General Motor Industry yang melakukan
penjualan kendaraan bermotor dengan menunjuk distributor franchise pada tahun
1898. Selanjutnya, diikuti pula oleh perusahaan-perusahaan soft drink di
Amerika sebagai saluran distribusi di AS dan negara-negara lain. Sedangkan di
Inggris franchise dirintis oleh J Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg
pada dekade 60-an.
Franchise saat ini lebih didominasi oleh franchise rumah
makan siap saji. Kecenderungan ini dimulai pada tahun 1919 ketika A&W Root
Beer membuka restaurant cepat sajinya. Pada tahun 1935, Howard Deering Johnson
bekerjasama dengan Reginald Sprague untuk memonopoli usaha restauran modern.
Gagasan mereka adalah membiarkan rekanan mereka untuk mandiri menggunakan nama
yang sama, makanan, persediaan, logo dan bahkan membangun desain sebagai
pertukaran dengan suatu pembayaran. Dalam perkembangannya, sistem bisnis ini
mengalami berbagai penyempurnaan terutama di tahun l950-an yang kemudian
dikenal menjadi franchise sebagai format bisnis (business format) atau sering
pula disebut sebagai franchise generasi kedua. Perkembangan sistem franchise
yang demikian pesat terutama di negara asalnya, AS, menyebabkan franchise
digemari sebagai suatu sistem bisnis diberbagai bidang usaha, mencapai 35
persen dari keseluruhan usaha ritel yang ada di AS. Sedangkan di Inggris,
berkembangnya franchise dirintis oleh J. Lyons melalui usahanya Wimpy and
Golden Egg, pada tahun 60-an. Bisnis franchise tidak mengenal diskriminasi.
Pemilik franchise (franchisor) dalam menyeleksi calon mitra usahanya berpedoman
pada keuntungan bersama, tidak berdasarkan SARA.
DEFINISI
Masing-masing negara memiliki definisi sendiri tentang
franchise. Amerika melalui International Franchise Association (IFA)
mendefinisikan franchise sebagai hubungan kontraktual antara franchisor dengan
franchise, dimana franchisor berkewajiban menjaga kepentingan secara kontinyu
pada bidang usaha yang dijalankan oleh franchisee misalnya lewat pelatihan, di
bawah merek dagang yang sama, format dan standar operasional atau kontrol
pemilik (franchisor), dimana franchisee menamankan investasi pada usaha
tersebut dari sumber dananya sendiri.
Sedangkan menurut British Franchise Association,
franchise sebagai garansi lisensi kontraktual oleh satu orang (franchisor) ke
pihak lain (franchisee) dengan:
1. Mengijinkan atau meminta franchisee menjalankan usaha
dalam periode tertentu pada bisnis yang menggunakan merek yang dimiliki oleh
franchisor.
2. Mengharuskan franchisor untuk melatih kontrol secara
kontinyu selama periode perjanjian.
3. Mengharuskan franchisor untuk menyediakan asistensi
terhadap franchisee pada subjek bisnis yang dijalankan—di dalam hubungan
terhadap organisasi usaha franchisee seperti training terhadap staf,
merchandising, manajemen atau yang lainnya.
4. Meminta kepada franchise secara periodik selama masa
kerjasama franchise untuk membayarkan sejumlah fee franchisee atau royalti
untuk produk atau service yang disediakan oleh franchisor kepada franchisee.
Sejumlah pakar juga ikut memberikan definisi terhadap
franchise. Campbell Black dalam bukunya Black’s Law Dict menjelaskan franchise
sebagai sebuah lisensi merek dari pemilik yang mengijinkan orang lain untuk
menjual produk atau service atas nama merek tersebut.
David J.Kaufmann memberi definisi franchising sebagai
sebuah sistem pemasaran dan distribusi yang dijalankan oleh institusi bisnis
kecil (franchisee) yang digaransi dengan membayar sejumlah fee, hak terhadap
akses pasar oleh franchisor dengan standar operasi yang mapan dibawah asistensi
franchisor.
Sedangkan menurut Reitzel, Lyden, Roberts &
Severance, franchise definisikan sebagai sebuah kontrak atas barang yang
intangible yang dimiliki oleh seseorang (franchisor) seperti merek yang
diberikan kepada orang lain (franchisee) untuk menggunakan barang (merek)
tersebut pada usahanya sesuai dengan teritori yang disepakati.
Selain definisi menurut kacamata asing, di Indonesia juga
berkembang definisi franchise. Salah satunya seperti yang diberikan oleh LPPM
(Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen), yang mengadopsi dari terjemahan
kata franchise. IPPM mengartikannya sebagai usaha yang memberikan laba atau
keuntungan sangat istimewa sesuai dengan kata tersebut yang berasal dari wara
yang berarti istimewa dan laba yang berarti keuntungan.
Sementara itu, menurut PP No.16/1997 franchise diartikan
sebagai perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan
atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas
usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan
yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan
barang dan atau jasa. Definisi inilah yang berlaku baku secara yuridis formal
di Indonesia.
Dari berbagai pendapat diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa Franchise merupakan sistem kerja sama dimana pihak pertama yang disebut
pemberi waralaba (franchiser) memberikan hak kepada pihak kedua yang disebut
penerima waralaba (franchisee) untuk menyalurkan produk atau jasa secara
selektif dalam lingkup area geografis dan periode waktu tertentu dengan
menggunakan merek, logo, dan sistem operasi yang dimiliki dan dikembangkan oleh
franchisor. Pemberian hak dituangkan dalam bentuk perjanjian waralaba
(franchisee agreement).
LATAR BELAKANG PADA FRANCHISING
Pemilik usaha disebut franchisor atau seller, sedangkan
pembeli “Hak Menjual” disebut franchisee. Para pengusaha adalah franchisee. Isi
perjanjian adalah franchisor akan memberikan bantuan dalam memproduksi,
operasional, manajemen dan kadangkala sampai masalah keuangan kepada
franchisee. Luas bantuan berbeda tergantung pada policy dari franchisor.
Misalnya beberapa franchisor memberikan bantuan kepada franchisee dari awal
usaha mulai dari pemilihan lokasi, mendesain toko, peralatan, cara memproduksi,
standarisasi bahan, recruiting dan training pegawai, hingga negosiasi dengan
pemberi modal. Ada pula franchisor yang menyusun strategi pemasaran dan
menanggung biaya pemasarannya. Sebaliknya franchisee akan terikat dengan
berbagai peraturan yang berkenaan dengan mutu produk / jasa yang akan
dijualnya. Franchisee juga terikat dengan kewajiban keuangan kepada franchisor
seperti pembayaran royalty secara rutin baik yang berkenaan maupun yang tidak
dengan tingkat penjualan yang berhasil dicapainya.
Keberhasilan franchising adalah bergantung pada kerja
keras dari franchisee dan nilai yang ditambahkan oleh franchisor. Franchisor
dapat membuat uang dalam berbagai cara termasuk:
1. menjual franchise kepada franchisee,
2. menjual perlengkapan ke franchisee,
3. mengumpulkan persentase penjualan,
4. dalam beberapa kasus perusahaan menyediakan pelatihan
khusus / bahan.
Beberapa keuntungan bagi Franchisor (perusahaan induk) :
1. Produk atau jasa terdistribusi secara luas tanpa
memerlukan biaya promosi dan biaya investasi cabang baru.
2. Produk atau jasa dikonsumsi dengan mutu yang sama.
3. Keuntungan dari royalti atau penjual lisensi.
4. Bisnisnya bisa berkembang dengan cepat di banyak
lokasi secara bersamaan, meningkatnya keuntungan dengan memanfaatkan investasi
dari franchisee.
Bagi Franchisee (pemilik hak-jual) :
1. Popularitas produk atau jasa sudah dikenal konsumen,
menghemat biaya promosi.
2. Mendapatkan fasilitas-fasilitas manajemen tertentu
sesuai dengan training yang dilakukan oleh franchiser.
3. Mendapatkan image sama dengan perusahaan induk.
Kerugian bagi franchisee (pemilik hak-jual) :
1. Biaya startup cost yang tinggi, karena selain
kebutuhan investasi awal, franchisee harus membayar pembelian franchise yang
biasanya cukup mahal.
2. Franchisee tidak bebas mengembangkan usahanya karena
berbagai peraturan yang diberikan oleh franchisor.
3. Franchisee biasanya terikat pada pembelian bahan untuk
produksi untuk standarisasi produk /jasa yang dijual.
4. Franchisee harus jeli dan tidak terjebak pada isi
perjanjian dengan franchisor, karena bagaimanapun biasanya perjanjian akan
berpihak kepada prinsipal / franchisor dengan perbandingan 60:40.
Penghasilan yang terus mengalir ke franchisor dari
royalti dan penjualan masukan kepada franchisee yang lebih penting adalah
sumber pendapatan dari biaya awal untuk menjual waralaba. Dengan demikian,
franchisor dan franchisee mencapai sukses dengan membantu satu sama lain.
MEMBELI FRANCHISE
Pengusaha yang terbaik adalah yang paling siap untuk
kemungkinan berhasil, apakah fokus bisnis yang dimulai dari awal, membeli
franchise, atau membeli bisnis yang ada. Dengan memulai usaha kecil sebagai
franchisee, pengusaha harus mempersiapkan perusahaannya agar mampu mewakili
sosok perusahaan induk dan memiliki produk dan jasa yang mutu serta citranya
sama dengan produksi perusahaan induk. Selain itu, pengusaha harus pandai
memilih perusahaan induk yang punya potensi untuk dijual dan dikenal luas.
Franchise dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu
Franchise Asing dan Franchise Lokal. Franchise asing adalah franchisornya
berasal dari luar negri cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas,
merek sudah diterima diberbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi. Beberapa
Franchise Asing yang sukses di Indonesia misalnya dalam bidang usaha makanan,
minuman dan cafe antara lain Quickly, Baskin Robin, Starbucks, Mc Donalds,
Pizza Hut, Wendy’s, Tony Romas, Bread Story, Bread Talk, Kentucky Fried
Chicken, Kafe Dome, Hard Rock Café, Planet Hollywood, sedangkan bidang usaha
lain misalnya Sogo Department Store, Marks & Spencer, Ace Hardware, ERA
Indonesia, Ray White, English First, Future Kids, dan lain-lain. Dalam waktu
yang singkat beberapa Franchise Asing ini berkembang dibanyak kota di tanah
air.
Franchise Lokal menjadi salah satu pilihan investasi
untuk orang-orang yang ingin cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki
pengetahuan cukup piranti awal dan kelanjutan usaha ini yang disediakan oleh
pemilik waralaba. Contohnya antara lain Es Teler 77, Mr Celup, Ayam Bakar Wong
Solo, dan lain sebagainya.
Masalah-masalah dalam membeli franchise dapat dilihat
sebagai masalah umum atau masalah-masalah khusus untuk itu franchisor :
1. Dalam memilih satu atau beberapa industri yang akan
dibeli franchise-nya, franchisee harus hati-hati dalam mengevaluasi minat dan
kemampuan agar dapat menemukan industri yang tepat sehingga bisnis pun dapat
berjalan lancar.
2. Ketika akan menentukan industri mana yang akan
dimasuki, setiap calon franchisee harus meneliti industri tersebut, potensi
kompetitor dalam industri tersebut, dsb sebelum franchisee baru memasuki
industri tersebut.
3. Hati-hati memeriksa kekuatan kompetitif waralaba di
berbagai industri. Misalnya, apakah mereka memiliki keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan di pasar?
4. Mengidentifikasi sebuah franchisor yang sesuai dengan
potensi yang terbaik dalam hal dukungan, sejarah, rencana ekspansi, dll
5. Franchisees menghubungi franchisor untuk mendiskusikan
pengalaman serta membandingkan franchisor lain kesempatan.
Biaya franchise meliputi:
o Ongkos awal, dimulai dari Rp. 10 juta hingga Rp. 1
miliar. Biaya ini meliputi pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemilik waralaba
untuk membuat tempat usaha sesuai dengan spesifikasi franchisor dan ongkos
penggunaan HAKI.
o Ongkos royalti, dibayarkan pemegang waralaba setiap
bulan dari laba operasional. Besarnya ongkos royalti berkisar dari 5-15 persen
dari penghasilan kotor. Ongkos royalti yang layak adalah 10 persen. Lebih dari
10 persen biasanya adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemasaran yang perlu
dipertanggungjawabkan.
Beberapa keuntungan bentuk franchise makanan antara lain
yaitu:
1. Franchising saat ini populer bagi usaha kecil dan
menengah karena franchisor menawarkan keuntungan, bantuan managerial dan
pemasarannya bagi pengusaha yang bersedia menjualkan produk dan jasa
franchisor.
2. Franchisor akan melakukan pelatihan secara berkala
kepada pegawai franchisee sehingga standard operasional dan mutu produk serta
jasa sesuai dengan standard franchisor.
3. Franchisee akan mempunyai keuntungan pengalaman
mengakses management skills dari suatu bisnis besar.
4. Franchisee tak usah memulai bisnisnya dari nol karena
bisnis franchisor sudah terkenal dan mempunyai pasar.
5. Franchisee mempunyai peluang untuk berkembang cepat.
MENGEVALUASI SEBUAH FRANCHISE
Masalah-masalah yang perlu dipertimbangkan dalam membeli
franchise meliputi: apa saja yang termasuk franchise, kewajiban franchisor dan
franchisee, langkah dalam memperoleh hak, dan kekhawatiran dalam membeli
franchise. Setiap masalah ini akan dikaji secara bergantian.
APA SAJA YANG TERMASUK FRANCHISE?
Ketika membeli franchise, biasanya konsisten pada
beberapa item yang dibeli, meskipun secara khusus tentang apa yang sedang
dibeli dalam setiap kasus harus diperiksa. Ini umumnya adalah sebagai berikut:
1. Membentuk sebuah nama, merek produk, dan pelayanan.
2. Kemampuan untuk beroperasi di bawah nama merek untuk
jangka waktu tertentu. Jangka waktu biasanya beberapa standar seperti 5, 10
atau 20 tahun.
3. Satu toko atau hak untuk memiliki lebih dari satu
unit.
Memang memilih franchise saat ini lagi populer dan
menjanjikan keuntungan, namun ada pula franchisee yang terpaksa menutup
usahanya. Jadi memilih franchisor berikut produk/jasanya juga perlu
dipertimbangkan dengan masak, terutama isi ikatan perjanjian antara hak dan
kewajiban serta prospek keberhasilan penjualannya.
KEWAJIBAN FRANCHISOR DAN FRANCHISEE
Unsur –unsur Franchise :
1. Adanya minimal 2 pihak, yaitu pihak franchisor dan
pihak franchisee. Pihak franshisor sebagai pihak yang memberikan franchise
sementara pihak franshisee merupakan pihak yang diberikan/ menerima franshise
tersebut.
2. Adanya penawaran paket usaha dari franchisor.
3. Adanya kerja sama pengelolaan unit usaha antara pihak
franchisor dengan pihak franchisee.
4. Dipunyainya unit usaha tertentu (outlet) oleh pihak
franchisee yang akan memanfaatkan paket usaha miliknya pihak franchisor.
5. Seringkali terdapat kontrak tertulis antara pihak
franchisor dan pihak franchisee.
Fee : Fee merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh
penerima waralaba (franchisee) kepada pemberi waralaba (franchisor) yang
umumnya dihitung berdasarkan persentase penjualan.
Franchise Fee (Biaya Pembelian Hak Waralaba) : Franchise
Fee adalah biaya pembelian hak waralaba yang dikeluarkan oleh pembeli waralaba
(franchisee) setelah dinyatakan memenuhi persyaratan sebagai franchisee sesuai
kriteria franchisor. Umumnya franchise fee dibayarkan hanya satu kali saja.
Franchisee fee ini akan dikembalikan oleh franchisor kepada franchisee dalam
bentuk fasilitas pelatihan awal, dan dukungan set up awal dari outlet pertama
yang akan dibuka oleh franchisee.
Hak Cipta (Copyright) : Hak cipta adalah hak eklusif
sesesorang untuk menggunakan dan memberikan lisensi kepada orang lain untuk
menggunakan kepemilikan intelektual tersebut misalnya sistem kerja, buku, lagu,
logo, merek, materi publikasi dan sebagainya.
Initial Investment : Initial investment adalah modal awal
yang harus disetorkan dan dimiliki oleh franchisee pada saat memulai usaha
waralabanya. Initial investment terdiri atas franchise fee, investasi untuk
fixed asset dan modal kerja untuk menutup operasi selama bulan-bulan awal usaha
waralabanya.
Perjanjian Waralaba (Franchise Agreement) : Perjanjian
waralaba merupakan kumpulan persyaratan, ketentuan dan komitment yang dibuat
dan dikehendaki oleh franchisor bagi para franchisee-nya. Didalam perjanjian
waralaba tercantum ketentuan berkaitan dengan hak dan kewajiban franchisee dan
franchisor, misalnya hak teritorial yang dimiliki franchisee, persyaratan
lokasi, ketentuan pelatihan, biaya-biaya yang harus dibayarkan oleh franchisee
kepada franchisor, ketentuan berkaitan dengan lama perjanjian waralaba dan
perpanjangannya dan ketetentuan lain yang mengatur hubungan antara franchisee
dengan franchisor.
Outlet Milik Franchisor (Company Owned Outlet, Pilot
Store) : Franchisor yang terpercaya adalah franchisor yang telah terbukti
sukses dan mengoperasikan outlet milik mereka sendiri yang dinamakan Company
Owned Outlet atau Pilot Store. Jangan pernah membeli hak waralaba dari
franchisor yang tidak memiliki outlet yang sejenis dengan outlet yang
dipasarkan hak waralabnya.
Advertising Fee (Biaya Periklanan) : Advertising Fee
(Biaya Periklanan) nerupakan biaya yang dibayarkan oleh penerima waralaba
(franchisee) kepada pemberi waralaba (franchisor) untuk membiayai pos
pengeluaran/belanja iklan dari franchisor yang disebarluaskan secara
nasional/international. Besarnya advertising fee maksimum 3% dari penjualan.
Tidak semua franchisor mengenakan advertising fee kepada franchiseenya. Alasan
dari adanya advertising fee adalah kenyataan bahwa tujuan dari jaringan
waralaba adalah membentuk satu skala ekonomi yang demikian besar sehingga
biaya-biaya per outletnya menjadi sedemikian effisiennya untuk bersaing dengan
usaha sejenis. Mengingat advertising fee merupakan pos pengeluaran yang
dirasakan manfaatnya oleh semua jaringan, maka setiap anggota jaringan
(franchisee) diminta untuk memberikan kontribusi dalam bentuk advertising fee.
Dasar Hukum Franchise :
1. Perjanjian sebagai dasar hukum KUH Perdata pasal 1338
(1), 1233 s/d 1456 KUH Perdata; para pihak bebas melakukan apapun sepanjang
tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kebiasan, kesopanan atau hal-hal
lain yang berhubungan dengan ketertiban umum, juga tentang syarat-syarat sahnya
perjanjian dsb.
2. Hukum keagenan sebagai dasar hukum; KUH Dagang
(Makelar & Komisioner), ketentuan-ketentuan yang bersifat administrative
seperti berbagai ketentuan dari Departemen Perindustrian, Perdagangan dsb.
Seringkali ditentukan dengan tegas dalam kontrak franchise bahwa di antara
pihak franchisor dengan franchisee tidak ada suatu hubungan keagenan.
3. Undang-undang Merek, Paten dan Hak Cipta sebagai dasar
hukum; berhubung ikut terlibatnya merek dagang dan logo milik pihak franchisor
dalam suatu bisnis franchise, apalagi dimungkinkan adanya suatu penemuan baru
oleh pihak franchisor, penemuan dimana dapat dipatenkan. UU No.19 (1992) Merek,
UU No 6 (1982) Paten, UU No.7 (1987) Hak Cipta.
4. UU Penanaman Modal Asing sebagai dasar hukum; Apabila
pihak franchisor akan membuka outlet di suatu Negara yang bukan negaranya pihak
franchisor tersebut maka sebaiknya dikonsultasi dahulu kepada ahli hukum
penanaman modal asing tentang berbagai kemungkinana dan alternative yang
mungkin diambil dan yang paling menguntungkannya. Franchise justru dipilih
untuk mengelak dari larangan-larangan tertentu bagi suatu perusahaan asing
ketika hendak beroperasi lewat direct investment.
5. Peraturan lain lain sebagai dasar hukum :
a. Ketentuan hukum administrative, seperti mengenai
perizinan usaha, pendirian perseroan terbatas, dll peraturan administrasi yang
umumnya dikeluarkan oleh Departmen Perdagangan. Kepmen Perdagangan No
376/Kp/XI/1983 tentang kegiatan perdagangan.
b. Ketentuan Ketenagakerjaan,
c. Hukum Perusahaan (UU PT No 1 (1995)),
d. Hukum pajak adalah pajak ganda, pajak penghasilan,
pajak pertambahan nilai, pajak withholding atas royalty dan pajak penghasilan
atas tenaga kerja asing.
e. Hukum persaingan,
f. Hukum industri bidang tertentu misalnya aturan tentang
standar mutu, kebersihan dan aturan lain lain yang bertujuan melindungi
konsumen, atau bahkan UU pangan sendiri.
g. Hukum tentang kepemilikan- hak guna bangunan, hak
milik, etc.
h. Hukum tentang pertukaran mata uang- RI menganut rezim
devisa bebas, maka tidak ada larangan maupun batasan terhadap keluar masuknya
valuta asing dari/ke Indonesia.
i. Hukum tentang rencana tata ruang; apakah wilayah
tersebut memungkinkan dibukannya sebuah franchise, kualitas bahan untuk gedung
tersebut memenuhi syarat, dll.
j. Hukum tentang pengawasan ekspor/ impor misalnya dalam
hal pengambilan keputusan apakah barang barang tertentu mesti dibawa dari
Negara pihak franchisor atau cukup diambil saja dari Negara pihak franchisee.
k. Hukum tentang bea cukai apakah lebih menguntungkan
barang-barang tertentu dipasok dari luar negeri atau cukup menghandalkan produk
local semata.
LANGKAH DALAM MEMPEROLEH HAK
KEKHAWATIRAN DALAM MEMBELI FRANCHISE
Perjanjian waralaba tersebut merupakan salah satu aspek
perlindungan hukum kepada para pihak dari perbuatan merugikan pihak yang lain.
Hal ini dikarenakan perjanjian dapat menjadi dasar hukum yang kuat untuk
menegakkan perlindungan hukum bagi para pihak. Jika salah satu pihak melanggar
isi perjanjian, maka pihak yang lain dapat menuntut pihak yang melanggar
tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku. Perjanjian Waralaba (Franchise Agreement)
memuat kumpulan persyaratan, ketentuan dan komitmen yang dibuat dan dikehendaki
oleh franchisor bagi para franchisee-nya. Di dalam perjanjian waralaba
tercantum ketentuan berkaitan dengan hak dan kewajiban franchisee dan
franchisor, misalnya hak teritorial yang dimiliki franchisee, persyaratan
lokasi, ketentuan pelatihan, biaya-biaya yang harus dibayarkan oleh franchisee
kepada franchisor, ketentuan berkaitan dengan lama perjanjian waralaba dan
perpanjangannya dan ketetentuan lain yang mengatur hubungan antara franchisee
dengan franchisor.
Hal-hal yang diatur oleh hukum dan perundang-undangan
merupakan das sollen yang harus ditaati oleh para pihak dalam perjanjian
waralaba. Jika para pihak mematuhi semua peraturan tersebut, maka tidak akan
muncul masalah dalam pelaksanaan perjanjian waralaba. Akan tetapi sering
terjadi das sein menyimpang dari das sollen. Penyimpangan ini menimbulkan
wanprestasi. Adanya wanprestasi dapat menimbulkan kerugian bagi salah satu
pihak. Terhadap kerugian yang ditimbulkan dalam pelaksanaan perjanjian waralaba
ini berlaku perlindungan hukum bagi pihak yang dirugikan, yaitu pihak yang
dirugikan berhak menuntut ganti rugi kepada pihak yang menyebabkan kerugian.
Seperti perjanjian pada umumnya ada kemungkinan terjadi
wanprestasi di dalam pelaksanaan perjanjian waralaba. Wanprestasi terjadi
ketika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana tertera di
dalam perjanjian waralaba. Jika karena adanya wanprestasi, salah satu pihak
merasa dirugikan, maka pihak yang dirugikan tersebut dapat menuntut pihak yang
wanprestasi untuk memberikan ganti rugi kepadanya. Kemungkinan pihak dirugikan
mendapatkan ganti rugi ini merupakan bentuk perlindungan hukum yang diberikan
oleh hukum positif di Indonesia.
Bentuk-bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh para pihak
dalam perjanjian waralaba tergantung kepada siapa yang melakukan wanprestasi
tersebut. Wanprestasi dari pihak franchisee dapat berbentuk tidak membayar
biaya waralaba tepat pada waktunya, melakukan hal-hal yang dilarang dilakukan
franchisee, melakukan pelayanan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam sistem waralaba, dan lain-lain. Wanprestasi dari pihak franchisor dapat
berbentuk tidak memberikan fasilitas yang memungkinkan sistem waralaba berjalan
dengan sebagaimana mestinya, tidak melakukan pembinaan kepada franchisee sesuai
dengan yang diperjanjikan, tidak mau membantu franchisee dalam kesulitan yang
dihadapi ketika melaksanakan usaha waralabanya, dan lain-lain.
KESIMPULAN :
1. Bentuk franchise yang merupakan bisnis instant banyak
diminati oleh pengusaha Indonesia karena pasar yang sudah tersedia serta
beberapa keuntungan dari bentuk franchise itu sendiri seperti bantuan
manajerial dan operasional yang diberikan oleh franchisor.
2. Bisnis franchise makanan mempunyai ciri khusus dari
produknya sehingga dapat lebih bertahan dari ancaman pasar.
3. Terjadinya pergeseran budaya dari budaya tradisional
menjadi budaya modern membantu suksesnya bisnis franchise makanan.
4. Motivasi membeli makanan asing / baru secara keseluruhan
sangat tinggi, namun loyalitas merk rendah. Konsumen makanansangat peka
terhadap perubahan mutu dan harga.
5. Menu bisnis franchise makanan menjangkau konsumen
segala umur dengan berbagai paket menu untuk anak dan dewasa.
6. Kelas sosial tidak menjadi penghambat bagi
keberhasilan pertumbuhan bisnis franchise makanan karena bisnis franchise
makanan sudah membagi sendiri segmen pasarnya, seperti fine dining restaurant
untuk kelas menengah atas, sedangkan fast food restaurant untuk kelas menengah bawah.
7. Bisnis franchise makanan mengantisipasi perubahan gaya
hidup. Gaya hidup pasangan muda yang suami istri bekerja, tingkat persaingan
didunia kerja yang tinggi menyebabkan tingkat stress tinggi, demikian pula
tingkat stress anak yang tinggi akan membutuhkan suasana makan diluar, selain
itu kecenderungan didunia kerja adalah makan siang diluar sambil melakukan
negosiasi bagi calon mitra kerjanya.
8. Faktor kepribadian yang mulai terbuka terhadap makanan
asing membantu keberhasilan bisnis franchise makanan.
9. Sumber daya manusia dengan keahlian yang dibutuhkan
banyak tersedia, program pelatihan dari franchisor secara rutin, mendorong
tingginya pertumbuhan bisnis franchise makanan.
10. Yang menjadi penghambat majunya pertumbuhan bisnis
franchise makanan di Indonesia adalah kemampuan manajerial yang rendah, lalai
atau kurang komitmen. Walaupun franchisor memberikan bantuan pengelolaan namun
statusnya sebagai konsultan sedangkan franchisee sebagai pelaksana yang
dituntut kerja keras.
Secara keseluruhan kondisi yang ada di Indonesia sangat
menunjang keberhasilan bisnis franchise makanan di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar